Refleksi Kompetensi Sosial dan Emosional

Mulai dari diri sendiri Modul 2.2 Program Guru Penggerak Angkata ke 5

Oleh:

Meida Sitanggang, S. Kom, M. Kom

Calon Guru Penggerak Angkatan ke 5

Reflesksi:
Selama menjadi pendidik, Anda tentu pernah mengalami sebuah peristiwa yang dirasakan sebagai sebuah kesulitan, kekecewaaan, kemunduran, atau kemalangan, yang akhirnya membantu Anda bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pertanyaan:

a. Apa kejadiannya, kapan, di mana, siapa yang terlibat, apa yang membuat Anda memilih merefleksikan peristiwa tersebut, dan bagaimana kejadiannya?
                    
Tahun 2006 pernah mengajar di salah satu sekolah yang terdiri dari SD hingga SMA SMK. Saat itu posisi masih kuliah dan sedang mengerjakan skipsi S-1. Namun betapa terkejutya dan tidak sanggup menghadapi prilaku siswa yang saya rasa brutal.  Brutal karena siswa tidak segan ribut dari luar gedung mengintip ke kelas  saat kita sedang mengajar, siswa tidak segan nenunjuk langsung ke wajah guru karena merasa benar. Situasi itu membuat saya benar-benar syok ditambah mungkin karena belum ada pengalaman menghadapi peserta didik. Sebagai catatan saat kuliah dipercayakan menjadi asisten laboratorium komputer dan mengajar Mahasiswa yang mengambil matakuliah praktek. Tentu cara menghadapai mahasiswa dan murid SMP maupun SMA akan berbeda. Ketika dihadapkan dengan siswa berbeda jauh dengan mahasiswa. Pengalaman itu membuat saya trauma dan mengundurkan diri. 

Tahun 2008 seorang kakak senior menawarkan untuk mengajar di salah satu sekolah kejuruan sebagai guru bidang studi Rekayasa Perangkat Lunak (RPL). Saat itu trauma menghadapi siswa masih segar dalam ingatan membuat saya ragu untuk menerima tawaran tersebut ditambah lagi dengan pengalaman yang minim tentang pembelajaran di SMK. Namun faktor penghasilan yang minim, hanya cukup untuk makan saja terpaksa aku menerima tawaran tersebut. Dan benar saja, aku kembali di hadapkan dengan kenyataan bertemu siswa yang tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya. Semua pakaian yang aku gunakan di kritik. Setiap pertanyaan yang aku ajukan dijawab dengan nada sepele karena merasa sudah menguasai banyak pengetahuan di bidang RPL. Salah faktornya mungkin mereka sudah merasa hebat apalagi saat itu RPL sedang lagi naik daun dan mereka angkatan pertama. 

Menyerah bukanlah pilihan yang tepat lagi buatku. Aku mencoba bertahan. Kelas 10 menjadi salah satu pengobat rasa. Mungkin karena kelas 10  merupakan siswa baru dan mereka tidak tahu bahwa aku guru baru sehingga sikap mereka jauh lebih baik dari kelas 11. 

Selain dari siswa ternyata aku juga harus mengalami kesulitan menghadapi rekan guru. Dimana mereka saat baru masuk sudah ada 2 guru jurusan RPL dan keduanya merupakan kakak senoir saya di kampus. Satu orang mengaku kepala laboratorium, salah satu mengaku ketua program studi namun jika aku bertanya terkait laboratorium keduanya saling lempar tanggung jawab. Tidak hanya disitu, satu orang bilang bahwa seharusnya aku harus meberikan setoran RP. 100.000 setiap bulan kepadanya karena jam yang aku bawakan seharusnya jam. Yang lebih parah lagi rekan satunya pernah melibas aku menggunakan penggaris kayu. 

Diantara beberapa kendala  di atas, tahun ajaran berikutnya aku dihadapkan dengan kenyataan. Aku diminta  menjadi wali kelas 12. Bingung, kesal takut, segan semua bercampur aduk. Aku tidak yakin bisa menjadi wali kelas mereka. Aku tidak memiliki pengalaman menjadi wali kelas. Di tambah lagi aku membenci kelas tersebut. Aku tidak layak jadi wali kelas mereka. Tidak mungkin orang yang aku benci bisa aku bimbing dengan baik. Namun untuk menolak aku juga tidak punya keberanian.


  1. Bagaimana Anda menghadapi krisis tersebut (coping)? Bagaimana  Anda dapat bangkit kembali (recovery) dan bertumbuh (growth) dari krisis  tersebut?
Keputusan sudah ditentukan. Aku tidak bisa atau lebih tepatnya tidak berani untuk menolak. Aku mulai menata hati. Aku harus menghilangkan rasa benci yang ada. Aku harus bisa menerima mereka dengan lapang dada. Aku harus bisa masuk dalam hati dan pikiran mereka. Dan aku mulai melakukan pendekatan. Berlahan-lahan aku mulai menerima kekurangan dan kelebihan mereka. Aku mulai mengumpulkan kemungkinan peluang yang menjadikan mereka sebagai siswa yang kubenci. Aku mulai mengatur strategi bagaimana cara untuk bisa mengubah prilaku mereka. 

Diawal pertemuan aku mencurahkan semua hal yang kurasakan terhadap mereka. Setelah itu aku meminta kerja sama mereka untuk bisa menjadi lebih baik. Membuat beberapa kesepatakan untuk Terkadang aku memperlakukan mereka sebagai anak namun tak jarang sebagai kawan. Belajar bersama secara berkelompok bahkan tak jarang aku mendatangi tempat mereka belajar kelompok walau di luar jam sekolah. 

Hal itu memang tidak lah terlalu sulit. Karena pada dasarnya saat di kelas 11 perubahan sikap mereka sudah mulait terlihat. Karena saat itu aku berfikir bagaimana mematahkan kebiasaan mereka yang menjadi katak di bawah tempurung. Aku memberikan 1 pemrograman yang terbaru lalu memberikan materi begitu dalam hingga mereka mampu mengerjakan sebuah proyek. Hal itu menjadikan mereka orang yang sadar bahwa ternyata ilmu yang dimilikinya selama ini hanyalah kulit-kulitnya saja. Apalagi ketika memasuki materi dengan tingkat kedalaman membutuhkan logika dan analisa yang kuat. 

Hal yang sama juga aku lakukan saat menghadapi rekan guru yang menunjukkan sikap tidak sukanya kepadaku. Aku memilih untuk  menenangkan diri terkait perlakuan mereka. Aku bertekad akan menunjukkan kepada mereka bahwa aku juga pantas untuk di hargai. Aku punya kelebihan dari mereka. Aku akan mengeluarkan dan memberikan yang terbaik kelak dapat mereka akui. Dengan demikian pandangan sebelah mata, padangan merendahkan bahkan sikap mereka yang kasar kelak harus berubah.  Walau tidak mudah beberapa tahun berikutnya akhirnya mereka bisa menerima dan mengakui keberadaanku. Akhirnya mereka bisa menjadi rekan kerja yang baik bahkan tidak jarang mereka bertanya update terbaru RPL.

  1. Gambarkan diri Anda setelah melewati krisis tersebut.
    • Apa hal terpenting yang telah Anda pelajari dari krisis tersebut?
    • Bagaimana dampak pengelolaan krisis tersebut terhadap diri Anda dalam menjalankan peran sebagai pendidik?

Setelah melewat masa krisis aku merasa menjadi seorang wali kelas yang beruntung. Aku merasa menjadi wali kelas yang luar bisa hebat. Siswa yang terkenal bandal tersebut akhirnya bisa lebih dewasa, bisa lebih baik dan mulai menghormati guru lain. Karena ternyawa sebelumnya aku bukanlah satu-satunya guru yang menganggap mereka bandal. Demikian juga dengan ke dua orang rekan kerja tersebut.  Kejahatan tidak perlu dilawan dengan kejahatan, cukup tenangkan hati, tunjukkan prestasi dan tetap rendah hati. 

Dampak dari pengelolaan krisis tersebut, aku semakin yakin bahwa aku bisa berbuat lebih baik. Aku banyak belajar mengendalikan diri. Aku makin memahami bagaimana sebaiknya menghadapi orang-orang yang bersebrangan dengan kita. Aku semakin belajar untuk tidak langsung menilai prilaku siswa. Mengenali kelemahan dan kelebihan siswa bisa menjadi senjata untuk bisa menghadapi siswa.

4. Sebagai pendidik, Anda tentu pernah bertemu murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan, atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Setujukah Anda bahwa faktor-faktor tersebut membantu ia menjalani proses pembelajaran dengan lebih optimal di sekolah? Jelaskan jawaban Anda dengan bukti atau contoh yang mendukung.

Saya setuju bahwa siswa yang memiliki ketangguhan atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain akan memiliki kemampuan mengoptimalkan dan membantunya dalam prosese pembelaajan. Siswa tersebut akan lebih mudah mengenal kelemahan dan kekurangannya. Dengan demikian dia dapat mencari solusi untuk mengatasi kelemahannya dan paham bagaimana mengembangkan kekuatannya. Ketangguhan yang dimilikinya akan menjadikannya sebagai siswa yang tidak murdah  menyerah. Selain itu kemampuan membangun hubungan positif akan membawanya menjadi orang yang mudah bergaul, menghargai orang lain dan mudah bersosial. Dengan mudah bersosial dia akan menjalin relasi yang lebih luas. 


Dari kedua refleksi di atas, apa yang dapat Bapak/Ibu simpulkan tentang hubungan antara kompetensi sosial dan emosional dengan keberhasilan dalam pengelolaan krisis Anda dan pembelajaran murid Anda?

Kompetensi sosial memiliki hubungan yang sangat erat dengan emosional. Kemampuan seseorang dalam bersosial akan mempengaruhi emosionalnya sendiri. Semakin kuat kemampuan sososial seseorang maka pengendalian emosionalnya akan semakin kuat juga.

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ?

Silahkan kemukakan  Harapan bagi diri sendiri ?

 Harapan saya dalam pembelajaran berikutnya adalah menemukan contoh-contoh kasus yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan emosional. Bagaimana menghadapi tingkah-tingkah siswa yang beragam dan terkadang di luar ekspektasi. Dengan demikian saya berharap semakin memiliki wawasan yang luas dalam menghadapi siswa ke depan.

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ?

Silahkan kemukakan  Harapan bagi murid-murid Anda ?

Ke depan siswa yang saya didik memiliki kompetensi sosial dan emosional yang bagus, dengan demikian siswa bisa menghargai rekannya dan juga gurunya. Siswa mampu mengendalikan diri dan tangguh menghadapai godaan yang mungkin hadir di usia mereka. Dengan kompetensi sosial yang dimiliki siswa juga mampu memiliki kompetensi profil pancasila.




  

Komentar