JANJI HARUS DITEPATI

"Mak.... ada tadi kawanku yang cengeng dan menangis"

Begitulah kalimat pertama sebagai laporan yang disampaikannya kepadaku setelah pulang sekolah. Laporan yang disampaikan melalui telepon karena saat itu aku sedang berada di tempat kerja sementara dia sudah berada di rumah. Laporan itu disampaikan tepat setelah aku mengangkat panggilan video call dari dia. Percakapan kamipun berlanjut.

Oh.. ia inang? Ko bisa dia menangis?

Dia cari-cari mamanya mak. 

Oh gitu? Jadi si kakak tidak cengeng? (terkadang aku memanggilnya si kakak, inang, boru, maupun gadis cantik)

Enggalah mak, kan sudah janji.

Oh. keren... boru mama memang keren dah.  Jadi kakak baru nyampe di rumah?

Ia mak...

Tadi belajar apa inang?

Nyanyi-nyanyi aja kami mak, lagu kaya yang di gereja itu. 

Oh... ia nya. Oklah inang, nanti kita cerita lagi ya. Mama kerja dulu ya sayang.

Ia ma

Da....

Beberapa hari lalu, aku mendaftarkan dia ke salah satu sekolah TK. Awalnya aku ingin mendaftarkan dia di sekolah TK yang lain, namun dia memilih TK yang saat ini. Dia memiliki beberapa alasan untuk memilih TKnya saat ini, antara lain karena edanya (anak gadis dari abangku) sekolah disana, abang-abangnya sekolah disana dan permainan disana lumayan banyak. Akupun sudah terlambat mendaftarkannya karena itu kami sempat ditolak dengan alasan kelas sudah penuh. 

Mendengar percakapan kami si kakak sempat juga berkata, "ya udah ke tempat lain saja, daripada aku tidak sekolah". Wah... mendengar perkataannya ada campur rasa yang aku alami, haru sekaligus sedih. haru karena dia sudah mampu menganalisa persoalan dan membuat keputusan yang baik. Sedih karena sekolah yang dia pilih sudah tidak menerima siswa lagi. Karena situasi itu aku  mencoba membuat permohonan kembali kepada panitia penerima siswa baru. Setelah diskusi dan membuat kesepakatan akhirnya si kakak bisa diterima di sekolah tersebut. Si kakak pun riang dan langsung bermain-main.

Setelah pulang dan tiba di rumah, si kakak bertanya

"Mak... berapa lama lagi aku sekolah? 1 tahun lagi?"

Tidak inang, kamu sekolah hari senin lo, hitunglah dulu berapa hari lagi?

Sekarang hari apa?

Hari Jumat

Berarti 3 hari lagi aku sekolah kan mak?

ialah.

Is... (sambil joget-joget) 


Mak... kalau nanti aku sekolah kan mamak antar lalu mama tungguin dulu kan? kalau baru-baru sekolah?

Oh tidak inang... nanti mama antar kamu ke sekolah dan langsung  mama tinggal, karena mama harus kerja. Gimana bisakah?

Em... Baiklah

Jadi ga cengeng nanti kamu?

(dijawab dengan geleng-geleng kepala yang mengartikan bahwa dia tidak akan cengeng)

Mungkin itulah hal yang diingat dan dipengang teguh oleh si kakak. Bahwa dia harus mempersiapkan diri untuk ditinggal dan tidak boleh cengeng. Mungkin karena dia berhasil menepati janjinya maka hal pertama yang dilakukan adalah melaporkan situasi itu kepada saya walau melalui telepon. 


Kalau boleh jujur, ketika dia harus saya tinggalkan langsung dihari pertama masuk sekolah memang ada rasa sedih. Bahkan aku iri melihat orang tua yang bisa menemani anaknya bahkan menunggu hingga pulang. Saat tiba disekolahku juga saya masih melihat betapa ramainya orang tua menunggu melihat anak-anaknya melaksanakan Pengenalan Lingkungan Sekolah.  Namun apa daya saya seorang guru yang jam kerjanya sama dengan jam masuk sekolah. Dan alhasil semua anakku yang sekolah tidak pernah bisa aku tunggui di hari pertama masuk sekolah, karena saat itu juga aku dituntut untuk hadir tepat waktu di sekolah tempat saya mengajar. Namun untuk mengantisipasi rasa takut dari awal saya memang sudah menyampaikan dan memberikan penjelasan kepada anak-anakku dengan situasi yang harus dihadapi di hari pertama masuk sekolah. Syukurnya mereka semua bisa memahami situasi dan tidak mengalami ketakutan di hari pertama walau langsung ditinggal orang tuanya. 

Hari ke dua, saya mempersiapkan diri untuk melihat si kakak di kelas. Karena di sekolah masih kegiatan MPLS, dan hari ke dua saya tidak bertugas maka saya punya waktu untuk melihat. Setiba di sekolah saya melihat para orang tua sedang menunggu anaknya di depan kelas sambil melihat guru mengajar. Saya penasaran akhirnya ikut melihat ke dalam namun hanya mengintip saja. Saya tidak ingin si kakak melihat keberadaanku. Saya melihat dia mengikuti instruksi-instruksi dari gurunya. 

Setelah beberapa lama, akhirnya jam pelajaranpun selesai. Saya langsung menjauh dari pintu dan menunggu si kakak keluar dari kelas. Setelah melihat si kakak keluar saya memanggilnya dengan kata "Hallo gadis cantik". Si kakak langsung melihat kesana kemari, mencari sumber suara. Sepertinya dia yakin bahwa suara itu adalah suara saya. Kembali saya memanggil si kakak dengan panggilan gadis cantik, dan akhirnya di melihat. Segera dia berlari dan memelukku dan sayapun menyambut dengan tangan terbentang. 


Sembari jalan saya ceritakan hal yang kulakukan sebelumnya. Ternyata dia marah karena saya tidak menunjukkan wajah. Saya tanya kenapa? diapun menjawab bahwa dia akan senang seandainya saya nampak dilihatnya. Kembali ada rasa haru dihatiku. Ku peluk gadis kecilku lalu ku minta kesediaanya untuk bergaya lalu ku foto. Dan si kakakpun setuju dengan syarat dia juga harus memoto saya dengan gaya yang sama dengannya. Terima kasih gadis kecilku.





Komentar