BERPIHAK KEPADA MURID


 

Pada tugas 1.2a.4.1 program guru penggerak ada 2 pertanyaan yang diminta untuk dijawab oleh calon guru penggerak. Kedua pertanyaan itu adalah:

  1. Apa yang dapat saya ceritakan mengenai salah SATU dari nilai-nilai GP (berpihak pada murid, inovatif, kolaboratif, reflektif, dan mandiri) yang telah membantu saya dalam melayani murid saya dengan lebih baik?. Tuliskan dalam bentuk narasi singkat untuk berbagi dalam kelompok dalam tahap Ruang Kolaborasi.

  2.  Apa saja 10 kegiatan di sekolah yang saya anggap masuk sebagai contoh penerapan dari peran GP yang saya pahami saat ini (pemimpin pembelajaran, pendorong kolaborasi, penggerak komunitas praktisi, mewujudkan kepemimpinan murid, menjadi coach bagi rekan guru)?. Buatlah daftarnya untuk digunakan saat berbagi ide dalam kelompok dalam tahap Ruang Kolaborasi.


Dari 5 nilai guru penggerak kami dari kelompok 3 mengambil salah satu yaitu "Berpihak kepada Murid" Bagaimana yang berpihak kepada murid tersebut? 

Munurut Ki Hajar Dewantara bahwa “suatu perubahan yang kita lakukan di pendidikan harus menuju pada satu titik yang memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusian kita” (Aditiya Dharma, S.Si, MBA, Modul 1.2. hal.8)

Dengan berpihak kepada murid maka nilai-nilai kemanusian itu dapat diterapkan dan ditanamkan.Guru dapat menuntun, membiasakan hal-hal yang positif, menguatkan budi pekerti siswa. Semua hal tersebut akan berguna kelak untuk masa depannya. Degan keberpihakan kepada murid diharapkan

  1. Murid mampu memecahkan masalahnya sendiri,
  2. Murid mampu menimbulkan rasa percaya diri
  3. Meningkatkan nilai kebiasaan
  4. Murid mampu menyalurkan bakat dan minatnya
  5. Hingga pada akhirnya guru murid mendapat kebahagiaan

Klik Disini untuk melihat slide 

Kegiatan sekolah yang termasuk sebagai penerapan dari peran Guru Penggerak antara lain

  1. Pemimpin Pembelajaran dimana guru telah menerapkan salam setiap masuk kelas, memimpin dan memfasilitatori proses belajar mengajar, mengarahkan siswa untuk meningkatkan potensinya, serta mendengarkan keluh kesah maupun kisah yang dialami oleh siswa.
  2. Pendorong kolaborasi dimana guru mengarahkan siswa untuk bekerja secara kelompok, menyelesaikan masalah secara bersama-sama. rapat dewan guru.
  3. Penggerak komunitas praktisi yaitu membentuk MGMP, membentuk organisasi atau kelompok kesiswaan melalui kegiatan ekstrakulikuler seperti paduan suara, pramuka dan lain-lain
  4. Mewujudkan kepemimpinan murid yakni Pimilihan ketua kelas, ketua kelompok, ketua barisan, ketua OSIS dan lain-lain. 
  5. Menjadi coach bagi rekan guru dapat dilakukan dengan mengarahkan guru dalam pemanfaatan teknologi, membantu guru untuk mampu menyelesaikan laporan digital dan lain-lain.

Dalam sesi diskusi pada ruang kolaborasi beberapa rekan calon guru penggerak memberikan pertanya antara lain:
  1. Bagaimanakah menghadapi siswa yang berkebutuhan khusus? apakah mereka cocok di tempatkan di sekolah reguler bukankah seharusnya mereka ditempatkan di sekolah khusus juga?
  2. Bagaimana mengatasi siswa yang merasa bahwa merdeka belajar itu ya merdeka. mereka bebas bermain walau saat jam pelajaran
  3. Bagaimana mengatasi siswa yang memiliki prilaku cenderung negatif seperti dalam satu sekolah terdapat gang dimana anggota gang lebih takut dan tunduk kepada gang senior daripada gurunya. 
Setiap pertanyaan saya coba menjawab dengan memberikan pengalaman saya. Awalnya saya juga berfikir bahwa siswa yang berkebutuhan khusus ini sebaiknya ditempatkan di sekolah khusus juga. Namun pemikiran itu berubah ketika saya mengikuti program guru belajar seri pendidikan inklusif. Disana saya belajar bagaimana seharusnya  memperlakukan anak-anak istimewa ini. Bahwa mereka tidak boleh dikucilkan. Mereka juga berhak berada di sekolah regulur. Namun butuh kerja sama antara seluruh warga sekolah, kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi, orang tua dan bahkan siswa di kelas itu sendiri. Masing-masing orang harus menghargai orang lain juga. Guru dapat membimbing dan memberiakn perhatian lebih kepada siswa bekebutuhan khusus. Perhatian lebih ini dapat diberikan dengan memberikan waktu lebih banyak bersamanya, memberikan pendampingan oleh teman satu kelasnya, mencari teknik khusus yang dapat menangani siswa bekebutuhan khusus tersebut. 

Siswa yang merasa bahwa merdeka belajar itu adalah bebas melakukan apa saja bahwa mereka bebas bermain walau di jam pelajaran. Seorang guru harus mampu memberikan pemahaman, mengubah pola pikir dari hal yang megatif ke hal yang positif. Merdeka belajar bukan berarti merdeka bebas sebebas-bebasnya. Merdeka belajar merupkan merdeka bukan tak terbatas. Dengan kata lain merdeka itu ada batasnya. Ada koridor-koridor yang harus dipatuhi. Ada tujuan yang harus dicapai. Ada aturan yang harus di ikuti. Bebas itu bisa saja siswa bebas memilih sumber belajar, bebas mengekpresikan diri bagaimana cara mengungkapkan pengetahuan yang dimiliki. Bebas bagaimana gayanya dalam menyelesaikan setiap tugas-tugas. Seperti program guru penggerak yang memberikan berbagai tugas. Guru bebas mengerjakannya kapan dan dimana saja, namun ada batas waktu yang harus diikuti. Guru bebas memilih media apa saja untuk menyajikan namun ada topik yang harus disesuaikan. Demikian juga murid merdeka belajar namun tetap ada aturan yang berlaku. 

Mengatasi siswa yang memilik prilaku negatif, bahwa seorang guru harus mampu melakukan pendekatan  dari hati ke hati. Seorang guru harus mampu menggali pikiran dan persoalan yang sedang dimiliki oleh siswa tersebut. Ketika seorang guru mampu membuat anak bersedia menceritakan persoalan yang dialami tanpa ada beban dan guru sebagai pendengar, maka setelah siswa selesai menceritakan persoalan hidupmua dia akan mendegarakan setiap saran, dorongan, motivasi, dan nasehat yang diberikan oleh si guru tersebut. Dari pengalaman yang pernah saya lalui siswa-siswa yang memiliki kelakuan menyimpang ini hampir 100 % adalah mereka-mereka yang mengalami kehidupan keluarga yang rusak atau yang dikenal dengan istilah Broken Home. Mereka tidak punya tempat untuk mengadu, mereka tidak memiliki orang untuk dijadikan sebagai pendengar, hingga akhirnya mereka pura-pura kuat dan ingin nampak hebat atau mereka mencari pelarian yang dapat menghilangkan rasa sakit.

Dan hal ini sama seperti pengalaman saya menangani siswa yang kecanduan narkoba. Ketika seorang siswa cenderung melawan terhadap BP, bahkan mengancam akan menghajar si guru saat diluar sekolah. Rasa terkejut pasti akan dialami oleh guru saat mendengarkan hal itu. Usut punya usut ternyata si siswa adalah pencandu narkoba.  Menyalahkan? Menghakimi? bukanlah solusi yang tepat karena itu akan membuat dia semakin berontak. Mendegarkan mungkin salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyadarkan si anak.  

Kisah selengkapnya dapat dilihat disini





Komentar